Sungguh sangat sulit melupakan Sang Pangeran...
Setiap kereta kencana, berwarna emas melintas pasti Wanita Pengelana akan langsung menoleh, menjulurkan leher panjang-panjang.
Sangat berharap bahwa diatas kereta kencana emas itu adalah Sang Pangeran.
Rasa ini sungguh menyiksa.
Kata orang bijak, cinta wanita itu seperti kuku. Tak nampak, dan kadang terlupakan karena begitu kecil.
Namun kuku bila dipotong maka akan tetap tumbuh, seperti halnya cinta.
Ditolak berkali-kali, disakiti berkali-kali hatinya berkali-kali cintanya akan tetap tumbuh.
Selain itu tanpa disadari cinta wanita secara pelahan namun pasti akan tumbuh seperti kuku.
Sedikit demi sedikit.
Namun cinta seorang pria adalah ibarat gunung, begitu besar, tinggi, kokoh dan kadang terlihat angkuh.
Dimana semua dapat bersandar padanya.
Dapat menjadi penopang bagi yang lain dan dapat pula menjadi tempat bergantung.
Namun seperti halnya gunung, ketika ia "marah" maka akan menyemburkan laharnya tanpa ampun.
Bahkan tak jarang membinasakan semuanya.
Hufhhh.... Berat sungguh.
"Mengapa aku tak sanggup melupakanmu?"
Padahal aku ingin berhenti untuk mengenangmu dalam hati dan budiku.
Sungguh kebodohan macam apa ini?
Kenapa aku masih mengharapkanmu yang jelas-jelas telah melupakanku.
Dan jelas tak memikirkan aku seperti halnya aku memikirkanmu.
Tentang Wanita Pengelana
Namaku tak indah, namun aku lebih senang menyebut diriku sendiri wanita pengelana.
Seorang wanita yang terlihat kuat dan perkasa.
Namun aku sendiri mengakui ketika melihat kedalam hatiku aku sangat rapuh.
Aku dapat berkamuflase menjadi seorang yang ringan tanpa beban.
Seorang yang tahan untuk disakiti,
seorang yang kuat menghadapi bertubi-tubi cobaan dalam hening.
Namun tak tahukah kalian bahwa aku KESEPIAN.
Kemanapun aku selalu sendiri, menunggangi kuda gagah berbulu coklat dengan kecepatan super.
Plassshhhhh....
Dalam sekejap aku sudah berpindah tempat di tempat yang tak mungkin orang pikir.
Lelah?
Secara fisik telah biasa, hingga aku tak mengerti kelelahan secara harafiah itu seperti apa?
Namun lelah secara batin?
SANGAT....
Aku hanya ingin sebuah tempat berlabuh...
Ada rasa sangat iri didalam sana yang tak terbendung ketika melihat teman-teman sepermainanku telah menimang bayi mungil dirumahku yang telah aku tinggalkan berwaktu-waktu lalu.
Aku meninggalkan tiran bernama RUMAH...
Dimana Ayahanda dan Ibunda ada disana.
Rumah itu adalah sebuah istana dengan belenggu bernama ATURAN IDEAL.
Aku dituntut menjadi wanita yang "utuh".
Selayaknya wanita, harus bisa berdandan, memasak, menjahit, menyulam dan sebagainya.
Namun hatiku tak bisa.
"Wanita macam apa kamu?" begitu kata mereka berulang-ulang....
Aku hanya mampu menjawab bahwa aku adalah wanita juga, namun dengan rasa dan karsa yang berberbeda.
Aku wanita yang sama dengan wanita lain. Namun salahkah aku jika menghendaki kebebasan seperti halnya lelaki.
Lelaki bebas memilih, menentukan jalan yang terbaik untuk hidupnya, karir yang terbaik untuk masa depannya, dan mengejar cinta untuk hatinya.
Ketika aku bertemu dengan Pangeran, semua pandanganku runtuh.
Aku ingin menikah dan tinggal menetap pada satu hati dan satu tempat.
Padahal duluuuuuuuuuuu sekali aku merasa bahwa aku tak cocok dengan ikatan yang disebut PERNIKAHAN.
Pernikahan adalah tiran, belenggu yang menyatukan 2 masalah menjadi satu.
Aku ingin bekerja dan bekerja memiliki semua yang tak pernah aku miliki sebelumnya.
Aku pikir aku mampu membeli kebebasan, memupuk harta.
Namun setelah aku bertemu Pangeran aku tersadar bahwa BAHAGIA BUKAN UANG.
Tanpa memiliki emas berkantung-kantung, walau hanya makan seadanya tak seperti di rumah yang selalu penuh dengan hidangan mewah.
Ketika aku berada disisi Pangeran aku merasa sangat bahagia.
Aku menjadi seekor burung yang lepas dari sangkar, sangat bebas, sangat mudah tertawa dengan tulus.
Walau sebelumnya aku bebas namun tidak dengan hatiku.
Kini setelah ku kira aku akan bebas, aku malah kehilanganmu.
Kau makin jauh dan teramat jauh...
Hingga mustahil rasanya menggapaimu lagi.
Dalam doaku disenja hari selalu terselib namamu,
Tuhan ijinkan aku kembali kesisi Pangeran, beri aku jalan untuk menuju hatinya.
Biarkan aku menemukan pendamping hidupku, yang mampu menerimaku apa adanya.
Terlebih aku memohonkan satu kepastian, benarkah Pangeran itu yang terbaik bagiku seturut kehendak Mu.
Jika ia bukan yang terbaik bagiku, maka hapuskan rasa ini dan hiburlah hati yang sakit ini, dan bantu aku untuk bangkit menjalankan hariku serta melupakannya. Amien
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar