Ngomong ki gampang, ning le nglakoni jan angel... Peribahasa Jawa, yang intinya adalah sebagai anak kita mempunyai kewajiban, memikul, menjunjung, mengangkat derajat, harkat, dan membahagiakan orang tua lahir batin, ketika mereka masih hidup bahkan setelah mereka ga ada.
Perjalanan week end kali ini bukan cuman perjalanan memenuhi hasrat jeng-jeng yang ga pernah puas. Kemarin sabtu dolan nganti lempoh ngesot-ngesot mubeng-mubeng Jogja, keraton dan sekitarnya, pasar hewan daerah Dongkelan, dengan penutup yang sangat cantik, Raminten Jakal Km.13... Bulan depan lagi, Awal juli planning goes to Kebon kewan Mbiroloka sama liat kota gedhe ah... hehehehehe nek ra ono alangan, tur nek enek duit lebihan. Tapi bukan ini topik yang mau dibahas.
Mulih ndeso, denger wejangan-wejangan para pinisepuh. Ditanyain, bagaimana kerjaan sekarang, krasan ra, terus juga seputar kerjaan lah... Ada wajah puas, kelegaan ketika sudah 2 bulan ini menjadi seorang yang bukan Toyibwati (kerja berangkat pagi pulang petang tapi tetep pulang) untuk mencari sesuap nasi dan segenggam berlian. Terus juga dengerin khotbah di gereja tadi, intine tentang gelo iku tembe mburi...
Sebagai seorang anak, pencapaian sekarang, apa yang ada di diriku sekarang memang ga pernah lepas dari orang tua, mau segalak apapun, mau seotoriter apapun, mau seover protektif apapun, mereka adalah orang dibalik layar yang sangat berjasa dalam hidup kita terutama hidupku.
Sebuah pencapaian, IP cum laude, kerjaan mapan dengan masa depan cerah bersinar kiclong-kinclong pun ga lepas dari keberadaan mereka, kita ga bisa mengingkari dengan berkata "ini adalah kerja keras saya". Orang yang lupa daratan, yang udah bisa jalan ga napak tanah yang bisa bilang gitu. Dahsyatnya doa orang tua, harapan orang tua apalagi seorang ibu emang tops markotops... Pasti yang terbaik yang mereka lakukan, harapkan, usahakan buat kita, walau kadang kita sering bikin kecewa.
Intinya, selama dijalan sambil naek motor sambil mikir (numben lho aku mikir hehehehehe...), Jangan sampai nyesel setelah semuanya berlalu. Jangan sampai nyesel kita ga bisa ngasi yang terbaik buat orang tua kita atau ngasih yang terbaik ketika mereka sudah "ga ada" lagi.
Kadang mungkin apa yang diharapkan orang tua rasanya seperti sebuah paksaan yang berat, kita dituntut memilih, mengambil pilihan yang membahagiakan orang tua namun taruhannya kita sendiri belum tentu bisa menikmati dan bahagia dengan pilihan itu, atau berkeras pada keinginan dan pilihan kita namun kita mengecewakan mereka. Sungguh sulit apalagi ketika pilihan itu menyangkut hati, entah itu karir, cinta, atau sesuatu yang berdampak jangka panjang lainnya.
Ketika dihadapkan pada cinta dan karir itu adalah hal terberat, misal memilih ketika kita mendapat karir yang kita inginkan namun hal itu akan menimbulkan efek bahwa hubungan kita dengan si dia akan jadi taruhannya. Entah itu dia akan kecewa, marah, bahkan meninggalkan kita karena pilihan kita. Tapi dengan karir itu, kita bisa menjunjung harkat orang tua kita, secara finansial bahkan status, juga merupakan cita-cita orang tua yang tak bisa mereka raih dimasa lalu mereka.Sungguh dilematis!
Dalam perjalanan panjang selama 2 jam dari Jogja-Temanggung ditengah terik siang yang bolong hehehehehe... Aku kembali merenungkan, jika situasinya seperti ini, mungkin yang terbaik adalah membahagiakan orang tua aja dulu. Walau pada prakteknya mikul dhuwur mendhem jero itu sangat sulit. Harus patah hati kehilangan orang yang udah kita rasa adalah soulmate yang emang buat kita banget.
Tapi, ketika reaksi yang muncul seperti itu, seharusnya jika memang cinta si dia itu bisa mensupport bukan hanya dimulut sebatas lips service, "Kalo memang itu keputusan yang terbaik buat kamu, ya sudah aku hanya bisa support kamu..." sebatas itu. Lebih dari itu, walau dia mungkin berat melepas kita untuk jauh namun jika cinta itu adalah cinta yang dewasa maka dia akan benar-benar support, bener-bener dukung kita luar dalam untuk maju. Bukan malah berbalik dikemudian hari jadi membenci kita karena keputusan kita itu.
Namun yang namanya hati terutama cinta yang ada didalamnya tak bisa hanya sekedar didefinikan dalam kata, syair, dan lagu romantik, tapi cinta butuh perbuatan nyata, aksi yang jelas.
Cuman yang sekarang dipegang satu aja, seperti filosofi minum jamu. Ga ada jamu yang manis (kecuali minum jamu sambil liat wajah Kangmas So Ji Sub live didepan mata. Oh... Indahnya dunia, dan manisnya jamu brotowali godhong gandul kalo minumnya didepan mata ada Ji Sub Oppa... Hmmm.... Ngayal...)
Ga ada jamu yang enak pada awalnya tapi khasiatnya pasti enak dibelakang setelah bereaksi efeknya. Jangan kaya minum arak, enak diawal (mungkin! wong ya aku ra tau ngombe arak dan sejenisnya), tapi endingnya bikin mati konyol, dan nyesel selalu diakhir...
Terus juga jangan pernah menyesal dengan apa yang pernah kita putuskan, karena lebih baik melakukan apa yang ada daripada terus mengeluh dan mengeluh tanpa henti. Walau rasanya sangat berat, jalan aja terus, walau kadang udah ga sanggup paksain aja kaki terus melangkah sambil terus berdoa agar Tuhan ga pernah lepasin genggaman tanggan-Nya dari samping kita dan suatu saat entah kapan itu semua akan jadi Indah Pada Waktunya. Terus bersyukur juga, karena yakin aja apa yang sedang terjadi sama kita jauh lebih baik... sangat baik... dan paling pas buat kita. Tuhan ga pernah salah...
Sekian...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar