Aku meh ngendiko sesuatu ya...

Foto saya
Semarang, Jateng, Indonesia
"sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna. Jika aku boleh berandai-andai maka aku ingin hidupku seperti sebatang lilin, yang kecil, namun sangat dahsyat. Mampu memberi dengan sepenuh diri, walaupun konsekuensinya adalah habis tak bersisa."

Rabu, Mei 25, 2011

Menikmati apa yang disajikan oleh Tuhan...



Ga semua yang kita inginkan itu tercapai dan dengan mudah selalu 100% kita dapat. Kadang barang atau hal yang kayannya udah tinggal 90% lagi aja kepegang nyatanya gara-gara 10% hal lain yang diluar planning dan pemikiran kita semua bisa lepas. Apapun itu, sehebat apapun, bahkan secerdas dan segigih apapun itu kita tetep ga bisa menandingi kuasa Tuhan.
That's it...
Kuasa Tuhan, atau lebih nikmatnya suguhan Tuhan buat hidup kita.
Ibarat mertamu alias bertandang ke rumah orang, kita ga bisa minta mau makan atau minum apa, ia kalo si tuan rumah baek ngasi suguhan. Nah... kalo ndak? Yo ming mangap thok karo ngeces... hehehehehe...

Hidup mungkin ya kaya gitu (sekarang sing tak rasake yo kaya ngono kuwi).
Ming ngedapi nopo ingkang di caoske Gusti. Tuhan tahu mana yang paling baik buat hidupku walaupun kadang rasanya sulit untuk dipahami, boro-boro dipahami diterima pun kadang rasanya susah.
Tuhan punya rencana yang hebat, seperti jamu yang rasanya pahit dan ga enak baunya, tapi malah berkhasiat bahkan tanpa menimbulkan efek samping atau efek depan belakang dan meracuni tubuh.

2 bulan berjuang mencoba menikmati hidup dengan berbagai cara dari yang lazim seperti merenung, berdoa, berpasrah dan banyak-banyak mendengarkan daripada bicara dan m enjawab sampai yang ga lazim. Eitsss... jangan pikir yang aneh-aneh, cara yang ga lazim adalah lari dari masalah itu sendiri dan akhirnya malah menimbulkan masalah baru karena justru dengan kabur dari masalah dan sibuk klayapan kesana kemari yang dipikir bisa bikin fresh, ternyata ketika pulang kembali bukan fresh malah sama aja.

Ketika aku minta, bahkan aku sudah lupa dan berganti haluan pada keinginan yang lain. Tenyata Tuhan tidak lupa dan pada waktu yang Ia rasa pas... cucok... mantapz, Tuhan kasih buat kita yang kita minta beberapa waktu lalu itu. NYOHHHHH.... kontan, ga pake agunan, ga pake bunga, ga pake surat perjanjian hutang. Tapi malah akunya yang kualahan nerima mukjijat Tuhan itu. Minta kerjaan yang mapan, mantap, maknyus gajine. Dikasih setelah menunggu begitu lama hampir 5 bulan nganggur, lalu 3 bulan kerja diberbagai tempat dengan lika-likunya, masuk ga brapa lama resign, nganggur lagi, nyari lagi, dapet tapi jauh ga disetujui ortu, nglamar lagi, dapet udah ngerasa sangat PW, udah mulai berencana ini itu, udah ngerasa "Ini nih, panggilan hidupku disini". Taunya sekuat apapun aku menentang tetep akhirnya nyangkut disini. Di Bank.

Sebuah mukjijat yang mungkin banyak diharapkan oleh banyak orang (mungkin), walaupun statusnya masih outsourcing dengan jangka waktu kontrak sangat terbatas hanya 1 tahun, sekarang ga kerasa udah jalan 2 bulan. Tinggal 10 bulan lagi, setelahnya? Ga tau apa yang akan terjadi, apa akan tetap disini atau harus bertualang kemana lagi? Ga berani bermimpi. Cuma menjalani aja sehari demi sehari dan menikmati yang disuguhkan Tuhan aja.

Sebuah mukjijat karena seorang yang lulusan jurusan pendidikan, yang harusnya jadi seorang guru, bisa masuk di dunia perbankan. Padahal dari bulan september 2010 nglamar kerja, interview, test bank disana-sini ga ada yang nyantel, cuma menthok sampai ke test-test yang ga habis-habis.
Sebuah mukjijat, ketika aku merasa tinggi dan berat badan habis test kesehatan sangat tidak memenuhi syarat yang dikatakan PROPORSIONAL, besar pasak dari pada tiang, secara harafiah adalah tubuh lebih gedhe banget-banget dari pada tinggi badannya, sehingga tiang alias kaki penyangganya ambles, dan keliatan sangat bantat dan sangat kemringet menyangga body yang makin berisi.
Sebuah mukjijat karena udah hopeless banget, udah ga ada harapan, ketika test yang terakhir ngelihat kompetitornya adalah seperti itu, bagaimana layaknya seorang pegawai bank, penampilan menarik, dandanan yang trendy, pokoknya sangat jauh dari gambaran seorang Fridolin.
Inilah dunia Fridolin, dimana hal yang tak mungkin bisa menjadi mungkin, dan aku sendiri ga pernah menyangka .
Banyak hal ketika aku renungkan sekarang dalam perjalanan hidup 23 tahun ini kadang seperti sebuah mukjijat. Melewati ujicoba, test drive dengan medan yang kadang-kadang mulus, lebih sering lewat dalan gulo kacang yang cuma batu ditata dan banyak lubang-lubang besar mengintai untuk menjebloskan. Tapi kekuatan apa yang bisa membuatku sanggup melalui itu, dulu.
Kadang ketika rasanya ga kuat, benar-benar ga sanggup, udah nyerah aja rasanya, tapi herannya kenapa aku bisa sanggup sampai pada tujuan yang harus ditempuh walau kadang tertatih dan sangat lelah.

Kemarin sempat "agak" tersanjung, kata teman, aku adalah seorang dengan semangat yang sangat tinggi dan ga kenal nyerah, ga punya lelah (sangat tersanjung! dan besar kepala).
Tapi sayang ia salah, karena ia tak tahu bagaimana aku didalam sana, sering kali aku terjatuh dan tak sanggup untuk berdiri, tapi aku merasa aku harus berdiri, maka aku berdiri namun dengan sakit yang luar biasa menusuk, dan kemudian berjalan tertatih, tapi luka itu tidak diluar namun didalam sana. Luka itu hanya cukup aku dan yang Empunya aku yang tahu (cie... bahasaku dalam ya?). Aku sering jatuh, sangat sering. Namun ketika ditanya bagaimana memompa semangat sehingga terlihat seakan tak punya masalah dan selalu happy, jawabannya adalah teruslah berlari, berlari dan berlari sampai garis finish karena semua tinggal sebentar lagi, dan di titik finish itu akan ada obat yang mujarab untuk luka itu. Tahan... Tahan... Pasti kuat.... Harus kuat...

Seperti sekarang, rasanya sangat sakit, melakukan hal yang tidak bisa kita nikmati, tapi harus tetep menjadi pemain profesional yang main cantik, berlari seakan kakimu memang diciptakan untuk itu, tetap fokus pada finish... Dan melihat penonton bersorak girang, mereka senang, mereka puas, walau aku berlari tanpa tahu setelah sampai disana apa yang akan aku capai yang penting finish....

Kok malah jadi melenceng ya, malah bahas kemana-mana dari menikmati ke berlari...
Ya anggap aja berlari sambil menikmati hidangan.(ngeles!)
Tapi emang faktanya sekarang walau seperti pakai kacamata kuda dengan minus silindris,  hanya didesain untuk melihat kedepan, tapi ketika aku menoleh kebelakang dan kesamping aku menikmati suguhan Tuhan itu, sedikit walau hanya sedikit aku mampu menghibur dan mampu mewujudkan harapan "suporter, pelatih, dan semua penonton".


Dan sebuah pilihan, ketika kita memilih maka ada hal lain yang tak bisa kita pilih, kita ga bisa dapatin semuanya... Itu namanya serakah. Bahkan ketika kita memilih ga jarang kita harus siap merelakan untuk kehilangan. Itu yang sedang aku usahakan. Merelakan kehilangan sesuatu yang rasanya sudah hampir ditangan dan sudah klop dihati. Kadang sampai sekarang ketika menoleh kebelakang ada banyak rasa sesal dan ragu,
"andai saja aku dulu tetap memilih disana..."
"andai saja aku disana apakah aku akan menikmati banyak hal semenarik, dan semenantang seperti sekarang, kesempatan yang ga semua orang bisa dapatin ini?"
"andai saja aku dulu disana, mungkin dia ga akan seperti ini sama aku sekarang..."
"andai saja aku..."
Kehilangan seseorang yang sangat kita cintai, memilih antara karir masa depan dan terus berada disamping orang yang kita cintai (dalam diam) adalah sesuatu yang sangat sulit. Mungkin emang bener, cinta dan karir ga mungkin bisa sejalan berdampingan kita raih keduanya. Untukku secara subjektif teori klasik itu berlaku untuk Dodo. Cinta dalam diam, hmmm... cukup keren menjadi sebuah judul puisi namun sayang bakat romantis dan melankolis itu tidak sepaket mbrojol bersama saya ketika saya terlahir, namun justru bakat berbuat onar dan membuat keramaian hehehehe.... Memendam cinta dalam diam pada seseorang, dan masih menganggap seorang cewe mengungkapkan perasaan suka pada laki-laki adalah tabu dan merupakan sesuatu yang ora ilok, menimbulkan dampak ekstra... Seperti patah hati, mumet, stres berkepanjangan dan bingung bukan main harus bagaimana.
Mungkin ini adalah wujud dari perasaan tak mampu mensyukuri anugerah Tuhan, namun mungkin manusiawi ya rasanya ketika manusia memilih sesuatu yang diluar kehendaknya dan menjadi sering membanding-bandingkan dengan yang sebelumnya. Tapi...tapi... tapi harus digaris bawahi, dicetak tebal dan dicetak besar-besar bahwa JANGAN BERLARUT-LARUT menjadi manusia yang terus mengeluh, terus menerus jatuh dalam rasa mengasihani diri dan menyalahkan orang lain padahal itu keputusan kita yang ambil dalam keadaan sadar ga teler habis naek jetkoster yang dikawin silang sama bis maju makmur jurusan Purwokerto-Semarang yang udah uzur tapi ngebut minta ampun.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar