Terimakasih udah menyempatkan waktu untuk membaca postingan ini, buat yang udah sering baca dan mengikuti blog ini dari waktu ke waktu, terimakasih banyak. Buat yang baru pertamakali berkunjung, terimakasih banyak juga dan selamat datang.
Banyak status yang kita sandang dalam hidup kita. Dualisme, Tripleisme, bahkan unlimitedisme...
Status sebagai anak ke....(silahkan isi titik-titik) dari pasangan suami istri yang berbahagia yaitu bapak dan ibu kita. Status sebagai seorang pelajar, atau mahasiswa, atau pekerja, atau yang lainnya untuk status pekerjaan.
Status marital, nikah, belum nikah, belum nikah pun nantinya akan muncul pertanyaan sambungan, udah punya pacar? kenapa belum nikah? dan lain-lain.
Status ekonomi dan sosial???
Ada banyak status yang nempel pada diri satu orang. Betapa kadang status ini memusingkan rasanya.
Kemarin sempet juga BT dan sangat sebal dengan status. Ketemu temen lama yang udah lumayan lama ga ketemu. Lalu tanya-tanya kabar, biasalah, "sekarang kerja dimana?" Aku jawab di Bank "Toyib Indonesia" nama disamarkan hehehehehehehe... Lalu pernyataan standar yang muncul. "Enak ya, kerja dibank, gajinya banyak".
Hmm... jangan menilai buah dari kulitnya, jangan menilai rasa dari tampilannya.Inilah peribahasa versi kulinergirl alias girl yang suka kuliner sampe bengkak. Ga selamanya status yang melekat pada seseorang adalah yang sangat enak. Kita hanya tau dan hanya bisa menilai berdasarkan kacamata kita, tapi kita ga pernah tau bagaimana rasanya ketika kita belum pernah mencoba berada di posisi dan status itu.
Sekedar share aja,
ketika dulu punya pacar, kadang pertengkaran, cek-cok, dan ga cocok akan selalu ada, dan ketika kita lihat temen yang masih jomblo, kadang sempet kepikiran. "Wah... enak ya, bisa pergi kemana-mana sendiri, ga kaya sekarang, kemana-mana pasti ditanyain, sama siapa, kemana, kaya dikekang banget"
"Wah... enaknya jomblo, punya pacar malah ga pernah maen, malah ditinggal kerja terus sibuk sendiri terus"
Dan sebagainya-dan sebagainya...
Sementara bagi para jombloers, ketika melihat temen atau siapalah yang sedang berdua, bermesraan akan bilang sebaliknya "Wah... enak ya punya pacar, ada yang merhatiin, ada yang nelponin, ngsmsin, ada yang antar jemput"
"Wah enak ya malem minggu ga kesepian, ada yang diajak berbagi dan ngobrol"
Dan wah...wah yang lain.
Ketika masih pelajar atau mahasiswa, sering banget kita mengeluh tentang status kita, "bosen banget belajar tiap hari, pengen kerja aja, enak punya duit sendiri, bisa ngapa-ngapain pake duit sendiri"
Padahal nanti ketika status itu berubah, orang memiliki kecenderungan untuk pengen kembali kemasa lalu yang udah jadi sebuah kebiasaan dan melekat ditiap harinya, koment standar pun balik lagi "Paling enak emang jadi pelajar, uang tinggal minta, cuman suruh belajar, ga usah susah-susah kerja keras dari pagi sampe malam".
Atau status yang lain....
Akan ada banyak Wah yang muncul, ketika kita mengupas status demi status yang melekat dalam diri kita.
Namun satu hal yang menjadi sangat mendesak untuk dikupas adalah seberapa pentingkah dan seberapa berpengaruhkan sebuah status bagi eksistensi kita. Ga bisa dipungkiri, sebuah status kadang bisa juga jadi identitas diri bahkan bisa juga menimbulkan prestis. Butuh contoh, ketika aku dulu mengalami 5 bulan nganggur dan paceklik kerjaan, kadang komentar sinis sering banget muncul, "sarjana kok nganggur", atau komentar lain "males nyari kerja, terlalu idealis, udahlah tawaran yang ada ambil aja ga usah muluk-muluk" semua cenderung kearah agak miring gimana gitu.
Tapi bandingkan ketika kita bisa diterima disebuah perusahaan, sekolah atau tempat kerja yang "basah", menjanjikan masa depan cerah, dengan gaji yang hi'class dan tempat kerja elit, orang akan langsung 180 derajat berbalik arah memandang kita. Misal oh... si A yang kerja di tambang lepas pantai yang gajinya nolnya mpe ga cukup ditulis di slip pengambilan itu ya? Atau Si B Mbak Bank itu ya?
Status oh status kadang risih juga ketika dipandang orang karena status yang melekat pada kita. Terutama dipandang karena kerjaan, uang, jabatan, kecantikan, dan semuanya rasanya dangkal banget untuk dibicarakan.
Ketika kita ngomong soal uang, berapa lama si uang bisa bertahan, kekayaan bisa bertahan, emang uang dan harta ga bisa habis? Semua mungkin habis, kita ga akan pernah tau bahkan sedetik kedepan mungkin juga, misal kita punya harta 50M lalu dalam hitungan detik uang itu raib dan kita jadi ZERO, ga punya apa-apa. Lalu masihkan kita dinilai bernilai ketika materi kita lenyap identitas yang hanya berdasar materi tersebut masih diakui?
Ketika kita ngomong soal kecantikan, berapa lama juga kecantikan akan bertahan, toh cantik juga relatif?
Jabatan, kerjaan pun sama halnya dengan dua hal diatas. Semua dapat hilang dan sirna.
Mungkin terlalu naif dan idealis ketika kita meminta semua orang melihat kita sebagaimana adanya kita, semetara ga semua orang tahu betul kita seperti apa. Orang memang pertama kali akan melihat kita dari luar, apa yang kita citrakan dan kita tampilkan di luar, tapi jangan menjadi terlena oleh penilaian mata kita.Kita sering terjebak dengan status, memandang sebuah status dengan cara pandang kita saja. Padahal belum tentu yang kita pandang enak itu bener-bener enak, atau lebih parah lagi memaksakan status orang lain itu, yang kita pandang enak itu pas untuk kita.
Mulai ngomong berbelit-belit, ngaco dan mbalik maning, mbalilik maning hehehehehe
Tapi intinya, ga ada seseorang karena statusnya layak kita tinggi kan, layak kita agungkan lebih dari yang lain untuk segala suasana, dan jadi yang paling. Selama kita masih sama-sama makan nasi, so what dengan status? jangan minder dengan status atau keadaan kita sekarang ini, kerena seperti kata Mario Teguh yang sangat super, SEMUA INI HANYA SEMENTARA...
termasuk untuk para jombloers, ini ga sementara. Pasti akan ada yang pas mantap cucok buat kita, cuma Tuhan belum kasih lihat dengan gamblang ke kita aja, karena memang masih belum pas aja waktunya untuk kita tahu. semua akan indah pada waktunya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar