Aku meh ngendiko sesuatu ya...

Foto saya
Semarang, Jateng, Indonesia
"sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang berguna. Jika aku boleh berandai-andai maka aku ingin hidupku seperti sebatang lilin, yang kecil, namun sangat dahsyat. Mampu memberi dengan sepenuh diri, walaupun konsekuensinya adalah habis tak bersisa."

Sabtu, Juni 11, 2011

SEBUAH SURAT DARI MASA LALU


Surya...

Untuk sebuah hari pernikahan yang sangat menyenangkan bagi semua orang layaklah suka cita dan tawa canda bertaburan ditiap sudut dan tiap hati serta wajah.
Namun yang terjadi adalah sebaliknya...
Aku, Surya, seorang laki-laki biasa merasa sangat beruntung hari ini, 1 Maret 2015 ini.
Surya yang artinya adalah matahari, semoga aku mampu selalu menjadi surya untuk wanita istimewa yang ada disampingku. Yang telah memberikan hatinya, cintanya, kesanggupan niat dan komitmen untuk selalu berada disisiku dalam suka duka hingga akhirnya salah satu dari kami meninggalkan yang lain terlebih dahulu.
Wanita ini tidak lah cantik secara fisik, namun dimataku, ia adalah wanita sempurna. Bahkan dengan segal kekurangannya dia adalah yang paling sempurna.
Kemarin malam, seorang anak kecil menghapiriku dan memberikan sebuah amplop kusam dan bau apek tanda telah lama tersimpan. Kata anak itu ini adalah titipan dari Bulik Sri. Sri, nama yang simpel, nama jawa yang kata orang nama pasaran dan sedikit ndeso.
Tapi apapun itu Sri adalah dewi dihatiku.
Seperti Dewi Sri dalam mitologi jawa, dia memberikan kemakmuran, bukan secara materi namun kemakmuran dihati, rasa nyaman, aku tak harus menjadi orang lain. Menjadi laki-laki yang tampil hebat, namun hanya kamuflase.
Sri adalah pemenang hatiku.
Dia adalah wanita yang kini bersanding disisiku.
Dan wanita yang memberikan sepucuk surat usang, yang ditulis kurang lebih 5 tahun lalu.


SEBUAH SURAT DARI MASA LALU


Hari ini adalah hari yang aku tunggukan dari sekian lama, dan waktu yang panjang untuk menantimu.
Surat ini aku tulis ketika usiaku 25 tahun,
Saat aku putus asa dan berkali-kali putus cinta.
Hingga aku merasa tak sanggup lagi memandang kedepan, akankah pernikahan memang akan ada untukku.
Surat ini untukmu, suamiku, laki-laki yang ku cinta, yang memenangkan hatiku, dan seseorang yang senantiasa ku sebutkan dalam doa dan kunantikan dengan sangat.
Lama sekali aku menantimu, kukira kau datang saat usiaku masih sangat muda. 18 tahun.
Saat itu aku mengenal seorang laki-laki, aku pikir dia adalah yang disediakan Tuhan untukku. Dulu aku rasa seperti itu. Dia sangat sabar, lebih sabar dari lelaki yang pernah ada dihidupku.
Dia tak seperti bapakku, yang sangat pemarah dan otoriter.
Bapakku sangat perfeksionis, mungkin lebih tepat tegas dalam mendidikku.
Mungkin aku yang sering bandel sehingga sering kali kena bentak ketika aku melakukan hal-hal yang salah.
Bapakku semasa aku kecil sering memukul dengan rotan pemukuk kasur pada kakiku, rasanya sangat sakit.
Tapi aku rasa aku pantas mendapatkan itu, karena aku memang bandel.
Sudah dibilang ndak boleh maen, dan renang di kali sama anak laki-laki seusiaku, tapi aku tetep bandel.
Lalu ketika aku mogok ndak mau belajar, rotan itu kembali melayang.
Aku takut dengan Bapak, bahkan hingga kini. Itulah kenapa aku ndak dekat sama bapak.
Setelah ABG pun, ketika teman lain mulai berani pacaran, aku hingga umur 18 tahun setelah kuliah di luar kota baru berani pacaran.
Bisa-bisa aku dihajar Bapak lagi, kata Bapak aku ndak boleh pacaran kalo belum tamat kuliah dan kerja.

Tapi laki-laki masa lalu ini sangat berbeda, dia sangat sabar.
Ndak pernah dia berani marah, walaupun aku kadang menjengkelkan apalagi saat menjelang mens. Dia sangat amat sabar.
Sangat lembut, dan tidak merokok.
Dia juga sangat rajin berdoa, mengingatkan untuk berdoa, mengajak pergi ke gereja bersama. Hal yang sangat aku ingin lakukan, aku ingin ke gereja dengan pacar. Dan rasanya sangat tak terlukiskan, ketika pertama kali ke gereja bersama dia. Sangat senang, seperti mimpi.
Sebuah mimpi yang jadi nyata.
Namun setelah 4 tahun berjalan, dia ternyata berubah.
Dia tak setia dibelakangku sering selingkuh dengan wanita lain.
Dibibir dia katakan cinta
Namun hatinya untuk yang lain.
Hari minggu ia ada untukku, namun hari senin ia sudah pergi ke tempat yang lain dan mungkin juga melakukan bahkan mengatakan cinta dan perhatian yang sama pada yang lain.
Hatiku sangat hancur, terlebih setelah tahu selain sangat setia (selingkuh tiada akhir dengan 3 wanita), ia tak pernah tulus.
Ia pada akhirnya mulai mengungkap tak puas terhadap aku.
Aku yang berubah menjadi gendut, dan hitam karena sering kegiatan lapang.
Aku yang tak lagi berwajah mulus, ada jerawat disana-sini.
Dia bilang aku harus diet, perawatan biar cantik lagi.
Dia bilang aku harus dandan yang keren, dan modis.
Padahal itu bukan aku.
Kenapa kau tak bisa menerima aku apa adanya?
Kenapa akulah yang menjadi alasan kenapa kau akhirnya berselingkuh dibelakangmu?
Aku yang tak selembut wanita lain, bicaraku kasar dan keras menjadi alasan.
Aku tak sekurus dulu, katamu aku seperti gajah bengkak.
Apa bagimu cinta hanya sebatas fisik?

Lalu musim cinta kembali datang dalam hidupku,
Ketika aku mencoba membuka hati pada laki-laki setelah sekian lama aku menutup.
Dia laki-laki yang berbeda,
Jauh lebih matang.
Namun masa lalu yang buruk membuatnya menjadi sangat kasar dalam bertutur.
Jauh dalam lubuk hatinya sebetulnya dia sangat baik, dan sangat tulus.
Aku sangat mencintainya, bahkan aku merelakan karirku pupus.
Sebuah karir yang aku inginkan,
Aku harapkan,
Hanya demi dia.
Dia tak kan bisa digantikan dengan apapun.
Karir bisa dibari lagi.
Aku sangat bodoh.
Kata temanku, menukar berlian dengan pecahan kaca.
Walau sama-sama berkilau namun harga dan nilainya tak sepadan.
Semua orang ingin posisi itu, tapi aku sudah dapatkan kenapa malah dilepas?
Aku pikir dia juga lah tambatan hatiku yang terakhir.
Aku pikir dengan menyerahkan karirku hanya untuk dekat dengannya adalah cara supaya aku tetap memengkan hatinya.
Tapi aku sangat salah, hal yang aku selali kemudian adalah kenapa aku tak memilih karirku.
Dia juga pergi meninggalkanku demi wanita lain.
Wanita yang merupakan pilihan orang tuanya, yang katanya jauh lebih baik menurut orang tuanya.
Bibit, bebet dan bobotnya lebih jelas dan sepadan.
Dan wage ga akan cocok dengan kliwon.
Secara weton ga baik.
Akan ada yang meninggal salah satu kalau diteruskan.
Rejeki tidak gedhe seperti banyu mili.
Ramalan lain mengatakan bahwa akan terdapat banyak kesulitan yang menghalangi, sehingga ga akan sukses.
Itulah kata mereka yang tahu...
Aku tak peduli apa kata weton, kalau cinta mengapa ndak?
Kebahagiaan toh bisa diupayakan,
Ga harus kaya biar bahagia kan?
Ga harus hidup  mewah juga untuk menunjukkan kita sukses?
Jodoh, Lahir, mati, rejeki semua Tuhan yang atur
Kenapa kita risaukan sekarang?
Mendahului kehendak Tuhan dengan berkata seperti itu.
Aku hanyalah serpihan kaca bila disandingkan dengan pilihan orang tuanya.
Aku tidak kaya harta, aku tak cantik, bahkan aku tak punya apapun.
Aku mengalah, kalah dan pergi.
Dengan luka dan kekecewaan, namun masih memendam cinta yang amat dalam padanya.
Sebulan... Dua bulan.... Tiga bulan berlalu
Aku masih berharap dia datang menemuiku,
Membawa kabar baik, ia akan memperjuangkan aku dan cintaku.
Namun justru jawaban yang datang dalam penantian bulan ke enam adalah sepucuk undangan emas dengan gambar Wayang Rama-Sinta.
Bertulis namanya dan wanita pilihan orang tua serta yang telah menjadi pilihan hatinya.

Cinta juga pernah datang dalam wujud yang lain.
Cinta sendiri, memendam kekaguman pada lelaki hebat
Bahkan super hebat.
Super tampan, dan menawan.
Lelaki yang gigih berjuang untuk sukses dan sangat dewasa tampaknya.
Namun aku salah lagi, tenyata dia tak lebih dari anak mami.
Ia selalu ingin menjadi prioritas, ingin dimengerti namun kadang tak mau balik mendengarkan dan mengerti orang lain.
Sangat tergantung pada orang lain, dan sangat sering marah-marah.
Namun dia sangat mengagumkan.
Pada sisi lain dia adalah seorang yang gigih memperjuangkan apa yang ia inginkan.
Ia meyakini apa yang ia akan lakukan, dan keyakinan itu dia genapi.
Yah... hanya sebatas kekaguman saja.
Tak ada keberanian untuk berharap lebih.

Atau cinta yang sangat singkat,
Dalam 3 bulan, aku telah merasa sangat jatuh hati dan sangat cocok dengan lelaki ini.
Hingga pertunangan pun telah dilakukan.
Dalam 3 bulan hubungan singkat, kedua orang tua kami terlah saling mengenal.
Sepertinya sangat cocok.
Restupun telah ditangan.
Namun takdir telah berkata lain.... Aku kembali kehilangan tunanganku.
Dunia serasa jungkir balik, salto, dan break dance.
Dia meninggal dalam sebuah kesia-siaan.
Sebuah kecelakaan tunggal karena mabuk.
Kecewa ternyata dia seorang pecandu alkohol.
Tapi lebih sakit lagi semua kembali gagal.
Umurku kini 25 tahun, dan nyaris 26.
Gelar pratu alias prawan tua mulai menghampiri.
Sangat risih ketika bertemu dengan banyak orang tua dan saudara, atau ditempat-tempat jamuan pernikahan ditanya kapan nyusul?
“Udah mapan, karir oke, umur cukup. Apalagi yang dicari?”
Semua semakin lengkap ketika adik laki-lakiku nglangkahi, menikah dulu ketika aku berusia 24 tahun.
Mencoba mengikhlaskan, dan menerima keputusan adikku.
Dia sudah siap dan telah menemukan tambatan hatinya.
Ketika menyaksikan ikrar sehidup semati yang ia ucapkan, dan senyum bahagia diwajahnya. Ingin sekali aku tersenyum dengan hati. Namun aku hanya mampu tersenyum dengan bibir.
Berusaha menjadi “no problem person”.
Tapi didalam hati terus menggemakan mantra “Aku harus kuat, Sri... kuat! Sri harus kuat... Kuat... Kuat”
Dan memang aku kuat.
Atau lebih tepatnya dikuat-kuatin.
Setelah itu aku tenggelam dalam kerja kerja dan kerja tak berhenti.
Sangat iri ketika malam minggu, adikku yang telah menikah tampak sangat bahagia, ketika berkunjung kerumah. Duduk merangkul mesra istrinya yang tengah hamil besar. Membelai sayang kening istrinya.
Adikku yang satu lagi entah kemana menghabiskan malam minggu dengan pacarnya.

Aku hanya mampu tertawa getir melihat banyolan ditelevisi.
Namun jauh dalam hatiku sangat pahit.
Impianku adalah  menikah sebelum umur 25 tahun.
Tapi sekarang umurku sudah 26 tahun.
Dan selain kisah kegagalan cinta, aku tak punya seorang laki-laki yang istimewa yang disebut pacar.
Semua mungkin seperti sinetron klasik indonesia.
Masuk mulut macan, keluar eh.. malah masuk mulut gozilla, keluar lagi salah masuk lagi ke mulut buaya.

Aku sangat bingung dan pusing.
Aku harus bagaimana lagi?
Kenapa Tuhan seperti menghukumku, apa memang aku digariskan memang untuk sendiri seumur hidup?
Ketika melihat anak-anak kecil bermain, pikiranku melayang jauh.
Kapan ya aku punya anak?
Andai aja aku sekarang udah nikah dan punya anak, anakku mirip siapa ya?
Apa anakku mirip aku?
Siapa ya yang jadi suamiku?

Hufh... nyaris gila rasanya.
Sekarang sendirian, ga punya teman,
Semua teman udah nikah
Habis kerja langsung pulang, sibuk ngurus suami dan anak.
Kalau diajak main keluar, jawabannya seragam sangat kompak.
“Ga bisa......”


Sebuah ide menyeruak
Ditengah kegalauan ini, aku tuliskan kisah masa laluku dan harapku untukmu suamiku.
Ketika kamu menemukanku, aku harap kau tak kecewa.
Ingin mengubahku menjadi orang lain.
Aku ingin berubah menjadi yang terbaik bagimu namun aku harap kau tak ingin mengubahku menjadi orang lain.
Aku manusia biasa, namaku Sri
Nama yang banyak orang bilang ndeso.
Tapi cintaku memang ndeso, aku mencoba lugu dan mungkin ga macem-macem.
Aku ga pengen jujur, tidak ada kebohongan.
Kamu memang bukan yang pertama tapi kamu akan menjadi yang terakhir.

Aku ingin menjadi orang yang nanti bisa menerima kekuranganmu terlebih dulu ketimbang menerima kelebihanmu.
Aku akan berusaha menerima kelebihanmu sebagai sebuah bonus dari Tuhan.
Ketika aku marah aku mohon maaf, tapi mungkin ketika aku marah tinggalkan saja aku sendiri.
Dan ketika sudah siap nanti aku akan bicara padamu lagi.
Ketika aku menangis dan sedih, aku hanya ingin kau ada disisiku.
Menguatkan aku sehingga aku merasa tak sendirian.
Itu saja sudah cukup.
Ketika aku menggebu-gebu ingin bercerita kau sudi untuk mendengarkan aku.
Telingamu selalu ada untukku.
Aku tak ingin menjadi orang yang kaya raya dan bergelimang harta, karena semua itu tak mampu membeli kebahagiaan.

Banyak harapan yang ingin aku ucapkan,
Aku harap kau sabar menghadapi aku yang kadang bisa emosional. Sedih, marah, senang, dan sebagainya.
Aku tak mengharapkan kau setampan bintang korea idolaku, yang penting hatimu tampan sudah cukup. Setia atas komitmen kita.
Harta bisa kita cari bersama, dan harta bukan tolak ukur bahagia. Maka dari itu aku tak menuntut untuk kau bekerja keras siang malam dan lupa pada aku (dan nanti anak-anakmu).
Ketika nanti seiring bertambahnya usia, mungkin aku tak seperti sekarang.
Aku nanti mungkin gendut, tak menarik lagi, aku harap itu tak menjadi alasan bagimu untuk selingkuh dan meninggalkanku.
Ketika aku sakit, tua dan tak bisa apa-apa, aku harap juga kau akan selalu disisiku.

Sejujurnya aku sangat takut,
Ketika aku tak menemukanmu, bagaimana dan apakah aku akan sendiri terus hingga akhir usiaku?

Aku harap aku mampu memberikan yang terbaik dari diriku untukmu.
Karena katanya cinta itu memberi tanpa mengharap kembali.
Aku ingin menjadi lebah untukmu, memberi madu namun tak menyimpan madu itu untuk ku nikmati sendiri.
Ketulusan, cinta, pelayanan.
Aku ingin ketika kau sedih aku ada untukmu.
Ketika kau senang aku bisa tertawa bersamamu.
Menyemangatimu untuk terus maju dan kuat.
Kita bisa bertumbuh bersama.
Aku akan ada disampingmu selalu.
Aku tak ingin menyetir dan mendiktemu atau mengikutimu kemanapun sebagai pengikut, karena kita adalah partner.
Bukan lagi sendiri namun telah menjadi satu.

Sekian mungkin yang bisa aku tuliskan, dan aku harapkan darimu.
Aku tak tahu kau sekarang dimana?
Bagaimana wajahmu?
Namun aku selalu mendoakanmu, semoga apa yang kau lakukan senantiasa dilindungi oleh Tuhan, apa yang kau inginkan mampu tercapai dan mampu diusahakan dengan baik dan lancar.
Ketika kita bertemu nanti aku ingin menggenggam tanganmu erat.
Aku tak ingin melepaskannya.
Sampai ketemu nanti
Ketika semuanya
MENJADI INDAH PADA WAKTUNYA...


Surya...
Dan kini aku genggam tangan Sri erat-erat, tangan yang besar.
Tangan wanita yang seperti laki-laki, tegar, kuat walaupun kadang seperti anak kecil diusianya yang sudah sangat matang ini.
Tangan wanita istimewa ini.
Tak akan ku lepaskan untuk selamanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar