Berkah Dalem Ibu,
Ibu, walaupun kita saring bertemu namun kita sangat jarang untuk bertegur sapa sekarang.
Kesibukan yang membuat jarak yang hanya 1 kamar, menjadi terbentang sangat jauh terutama jarak hati.
Dulu tak pernah seperti ini.
Aku merindukan ingin bercerita seperti dulu, namun egoku menghalangi untuk itu.
Maafkan aku yang mungkin terlalu egois dan terlalu idealis.
Aku hanya menginginkan untuk menjadi bahagia dengan cara yang menurutku paling baik dimataku, namun ternyata dimatamu yang telah jauh mengerti merah hitam dan putih dunia ini aku salah langkah jika tetap bertahan dijalan itu.
Aku mencoba menuruti dengan berat hati dan air mata yang tanpa aku sadar terus menetes dalam hatiku, aku berusaha membendung itu, karena air mata adalah kelemahan, air mata adalah kejatuhan.
Namun ternyata aku tak terlalu kuat, bahkan tak sekuat kelihatannya.
Aku kini mencoba menjalani hari-hariku yang rasanya luar biasa berat, namun ada sedikit rasa puas dihatiku. Dihidupku yang 23 tahun ini aku telah sedikit memberikan kebanggaan, kebahagiaan yang tersirat diwajahmu. Walau cuma sedikit aku telah cukup puas.Mungkin kebanggaan dan sedikit rasa puas itu tak setimpal dengan apa yang kau berikan padaku 23 tahun ini. Bahkan takkan tergantikan, terbayarkan dengan uang sekalipun.
Aku membayangkan ketika beberapa tahun lagi aku menjadi seorang istri dan Ibu, aku mungkin takkan sanggup sepertimu. Tapi yang sekarang terlintas dibenakku adalah aku ga ingin jadi anak durhaka yang hanya bisa nyusahin.
Suatu saat nanti pasti akan ada saatnya bagiku untuk mendapat bayaran dari semua ini, aku tak menyebut ini sebagai sebuah pengorbanan, atau aku juga tak menyebut ini sebagai sebuah kesia-siaan. Karena yang aku tapaki sekarang ini memang bukan jalan yang mulus dan aku inginkan (sekarang), tapi banyak orang yang ingin disini, berdiri pada posisi ini, mengangankan posisi ini. Banyak kebimbangan dihati dan pikiranku yang mungkin tak bisa aku bagikan sekarang. Dan yang pasti tak sebanding juga dengan pengorbanan yang telah kau berikan untukku.
Aku hanya ingin minta maaf Ibu.
Dan juga mohon doa restu, agar hidupku jauh lebih mudah terutama melapangkan dada dan mengikhlaskan semua untuk menjalani hari-hari yang sangat panjang dan melelahkan ini.
Ibu, aku ingin bercerita, dalam hatiku sekarang sedang tumbuh rasa yang aneh. Rasa yang tak pernah tumbuh selama ini. Ada rasa takut kehilangan, takut pula untuk jauh dari seseorang laki-laki yang baru aku kenal selama 1 bulan terakhir ini. Dia bukan laki-laki istimewa, dengan harta yang melimpah seperti mantan pacarku yang dulu. Dia juga tak tampan, namun dia sangat baik. Jika bersama dia hatiku sangat senang, seakan semua masalah yang semula rumit jadi lebih mudah. Apakah aku jatuh cinta Ibu?
Tapi sayangnya dia telah memiliki pujaan hati, seorang wanita istimewa yang selalu ia puja dan ia banggakan. Ada rasa sakit didalam sana, aku tak tahu dimana letaknya. TApi kadang dikepala, kadang dihati, bahkan kadang dimata dan telingaku. Aku takut dia pergi dengan puteri cantik itu, karena anakmu ini tak cukup cantik dan menawan. Apa yang harus aku lakukan ya?
Oia Ibu ditempat kerja aku sangat kesepian, pikiranku tak bisa terfokus dengan baik pada apa yang aku kerjakan.
Anakmu ini terlalu banyak masalah, mungkin terlalu kuat menarik masalah datang bertubi-tubi seperti magnet yang memiliki daya tarik yang kuat.
Aku di fitnah mencuri Ibu. Padahal demi Tuhan aku tak pernah sedikitpun memikirkan hal itu. Apa yang harus aku lakukan?
Ibu sekian dulu surat dariku.
SEmoga Ibu tetap sabar, sehat dan bisa menunggui aku hingga nanti aku punya anak dan cucu dan bisa membahagiakan Ibu.
Salam Kangen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar